Kevin Alfirdaus Arief
4 min readFeb 27, 2023

Fragmentasi

Dame Laura Knight, The Dark Pool (1908 – 1918), Laing Art Gallery, Newcastle © Direproduksi dengan izin dari The Estate of Dame Laura Knight DBE RA 2018. Semua Hak Dilindungi Undang-Undang

Jadi Woff, saya tau jika beberapa orang pergi ke pendeta; dan yang lain mencari perlindungan lewat puisi. Itupun saya sadari; saya ke teman-teman saya, saya ke hati saya sendiri, bahwa anda telah mencari celah antara frase dan fragmen yang membuat itu tidak terputus. Termasuk kepada siapa keindahan itu mendapat sentuhannya. Pada bulan di malam ini atau pohon yang mengatur segala. Tapi yang lebih utama mungkin, bagi saya; memahami, "yang begitu tidak sempurna, begitu lemah, begitu kesepian yang tak terkatakan", seperti katamu. Saat dimana On-Solitude berada dalam sebuah tas milik penyair Indonesia tahun 90, yang tewas diatas rel kereta api.

Di parkiran stasiun seberang patung singa, saya tahu bahwa waktu paling hangat adalah menikmati satu tusuk Sempol di malam hari. Penting untuk siapapun diselimuti jaket kanvas. Kurekam semua detil-detil fragmen di stasiun itu. Saya berpikir, stasiun adalah tempat untuk pemberhentian waktu untuk menuju waktu ke lain. Orang-orang merasa aman untuk bepergian menggunakan kereta, dari satu tempat ke tempat lain. Saya tiba pada satu kesimpulan jika hidup serupa penantian tersebut, bedanya; tengah malam bagai jala hitam - tempat di mana seseorang hanya pergi untuk istirahat tanpa memikirkannya secara filosofis. Atau mungkin saja, mereka juga memikirkannya? Tentu. Siapapun butuh bekerja untuk hidup. Dan mungkin saya masih setia pada jalan buntu.

Ada banyak kemungkinan penulisan sastra yang memukau. Tetapi dari pergolakan berdekade-dekade angkatan sastra, saya membutuhkan satu tokoh utama yang tersesat di suatu stasiun kereta api. Mungkin Ahmad Tohari pernah menuliskan itu di banyak cerita pendeknya terutama kisah tiga pengemis kota Jakarta yang berebut mimpi. Secara tidak langsung, karyanya telah memberikan saya cahaya akan bagaimana kota akan selalu terlihat bengis, wajar saja orang yang rapuh seperti saya akan merasa tersesat dan kurang percaya diri.

Waktu punya watak yang lebih general karena sifatnya yang bisa dirasakan oleh siapapun. Nyatanya kesenian kita telah menarik perhatian lain untuk kaum penguasa berpikir bahwa orang yang merenungkan kejewantahan hidup tidak mungkin diabaikan oleh mereka. Bagaimana seseorang yang lebih muda beberapa dekade itu mampu bertahan dalam merawat kisah yang di tulis? Dan bagaimana generasi kita menuliskan kisah baru dengan menyelami perjalanan masa lampau dari buku-buku dan tutur bahasa yang terdengar dari satu telinga ke telinga para penyair lainnya? Singkatnya, bagaimana bisa manusia bertahan?

Saya berpikir jika saya akan bertahan dalam satu meja kopi yang sama, dengan orang-orang yang saya kenali, dan bagaimana orang yang saya kenali membawa teman barunya. Begitupun saya membawa teman baru dalam suatu meja yang diisi oleh rekan-rekan saya. Tapi, ada satu medium pop yang bisa saya nikmati. Wajar saja, semua kegundahan pikiran saya mengingatkan pada Virginia Woff dan orang-orang setelahnya.

Sebelum Cumbu Sigil mengeksekusi dirinya sendiri di tahun 2004, di dalam tas nya ditemukan sekumpulan kertas yang penuh dengan coretan dan tulisan yang tak terbaca, nota-nota belanja, serta buku “The Waves” karya Virginia Woolf - saya berpikir dengan keputusasaan seseorang mampu melangkah dan melanjutkan hidup lebih baik. Seperti kampanye kerja abad 21, dimana semua orang mulai bertoleransi tentang apa itu 'bekerja dibawah tekanan'. Alasan itu dibenarkan karena seseorang tidak punya pilihan lain. Itu jelas menyiksa. Tetapi bagaimana memilih pilihan lain? Seperti yang sempat dikatakan Sylvia Plath kepada kita tentang; tersesat bukanlah sesuatu yang salah, namun lebih kepada "bagaimana memilih tanpa kehilangan yang lain?". Itu nyata dan benar-benar terjadi dan penyakit tersebut menyerang semua anak muda.

Pada akhir Desember 2021, aku membaca serpihan puisi penyair moderen asal Amerika Stefan Zweig yang berjudul - Girl the post-office.

"Waktunya pergi sekarang, keluar dari ruangan ini, pergi ke suatu tempat, di mana saja; pertajam perasaan kebahagiaan dan kebebasan ini, rentangkan tubuh anda, isi mata anda, bangun, bangun lebih lebar, bangun lah lebih jelas lagi, merasakan setiap indera dan setiap pori"

Seseorang harus kembali ke kamarnya, bukan untuk istirahat, namun mungkin; ia harus lebih rajin lagi merapikan kamar - menata kembali hidup nya yang setengah catut marut - menuliskan apapun yang terjadi dan membaca apapun yang menjadi kepentingan jangka pendeknya dalam hidup.

Untuk angge - grll gang

Artikel di medium yang di tulis angge telah membuktikan bahwa "A Room of My Own" memang harus di tulis segera. Penuh kejujuran, kepekaan rasa untuk meminta anda menemukan dimana letak kesalahannya dan bagaimana setiap orang dapat menelusuri kembali langkahnya. Sekarang cahaya yang redup tetap akan meriah dengan jendela merah di senja hari. Pohon-pohon pillow, sungai, taman-taman untuk mengingatkan; sekali lagi ini adalah bulan februari - bulan dengan mitos penuh cinta. anda tidak boleh kehilangan rasa hormat anda untuk membahayakan nama fiksi yang indah dengan mengubah musim gugur menjadi musim semi. jadi woff, coba dengarkan "Guys Don't Read Sylvia Plath" di Sportify. penyanyi satu ini membuat lagu untuk sahabatmu