Apakah kita tidak tahu harus kemana atau memang tidak ada yang baru dalam hidup?

Kevin Alfirdaus Arief
4 min readFeb 21, 2021

--

Semalam saya baru bisa dipergoki oleh kawan lama saya. Dalam tebakan saya, ia akan menumpang nonton Ayah Wali The Panas Dalam, atau si Pidi Baiq didepan saya. Karena baginya selain numpang internet, bisa mendengar wawasan baru bersama temannya, menjadi hal yang membuat ia semangat menjalani hidup.

Saya sebetulnya malas, karena di hari Minggu yang saya persiapkan untuk membaca artikel untuk kebutuhan belajar saya, malah banyak terbuang-terabaikan oleh kemalasan saya sendiri. Saya lantas mengelus-elus kucing saya yang tertidur. Cuma kucing saya yang dapat melegakan hati setiap waktu.

Saya ketiduran didepan kucing saya. Saat bangun, saya ingat jika ada janji dengan Daus. Kawan saya tadi. Tidak enak hati karena saya juga lelah, saya lantas mengajak ia pergi ke rumah salah satu teman dekat rumah juga.

Disana, selain meminta buatkan kopi gratis, kami tidak sengaja berbincang tentang pernikahan. Topic pembicaraan itu dimulai dari perkataan Daus yang menanggapi Kakak Sepupu nya yang esok menikah.

Katanya, “Nikah itu mahal. Mending serius untuk hidup, dan memikirkan setelah nikah bisa apa”

“Emang nya udah ada calon us?” Tanya saya.

“Belum ada sih, hehe” jawabnya datar.

Meski akhir-akhir ini ia kerap kali datang kerumah saya untuk mengisi waktu senggang selesai bekerja, ia selalu menunjukan sikap yang sulit bisa saya punya. Yaitu legowo setiap waktu dan keadaan. Yah, kadang-kadang menjadi sabar dan tidak punya ambisius itu menyebalkan. Kadang pula kebalikannya.

Termasuk kawan saya satunya ini, ia baru saja memulai lagi usaha nya yang sudah satu tahun ia bangun dengan rekan nya. Kata Daus, sebagai orang yang baru sarjana, dia keren karena tidak merasa jenuh atas yang ia lakukan. Tentu untuk menerapkan harga, kita harus menawarkan jika harga yang kita pasang itu pantas untuk dibeli oleh seseorang. Bahkan untuk orang yang tidak kenal sekalipun. Begitulah kata yang pantas, jika teman ku satu ini keren.

Selain sikap Irgi yang idiot. Dia memang titipkal orang yang selalu rapih, dirasakan atau tidak, dia memang salah satu teman yang tidak dipunyai oleh banyak laki-laki yang saya temui. Saat saya melihat dia merapikan kamar atau menaruh barang-barang sehingga terlihat sangat minimalis dan simple untuk dilihat, ia selalu bertolak belakang denganku yang serba berantakan mengurus kamar atau pun jam istirahat. Entahlah setiap dari siapapun itu kadang berbeda-beda dalam memilih hal yang penting.

Saya selalu dengan rendah hati untuk jujur atas apresiasi terhadap apa yang teman saya lakukan. Jika memang apa yang ia lakukan bertolak belakang dengan saya, maka saya lebih baik diam dan tidak menurunkan semangatnya, termasuk menggantungkan usaha untuk hidup. Kali ini, saya dengan dingin mengapresiasi nya, meski kadang saya tidak bisa menunjukan secara utuh apa yang saya katakan.

Satu per satu percakapan saya buka. Ia membalas dengan jujur juga jika sesungguhnya ia sedikit lelah karena memulai dari awal. Lalu saya memotong pembicaraannya dan mengapresiasi logo baru usahanya, dia hanya tersenyum. Semoga pengalihan isu saya berhasil membuat dia menjadi dewasa. Meskipun hanya berkata seperti itu tidak merubah apapun baginya.

Lalu ia berkata yang membuat malam semakin tenang dan hanyut, “Aku tidak tau mau hidup seperti apa nanti. Kita gak ada yang tahu” ia menarik napas. Suasana dingin seperti ini lah yang terkadang membuat pendengar jadi serba salah. Mau memilih diam takut dikira tidak peduli, mau kasih saran takut saran nya salah. Maka dari itu, terkadang banyak orang berkata semaunya — mengatakan apa yang bisa ia katakan, hanya untuk menghangatkan suasana dingin yang kelam dan terhanyut. Siapapun dari kita sangat malas mendengar pertanyaan dingin seperti ini.

Bukannya ini konsekuensi untuk menjalani hidup dan menjadi pendengar bagi kehidupan orang lain?

Aku tidak berkata banyak selain mengamini keputusannya sekarang. Jika itu masih masuk akal dalam benak saya, its okay. Tetapi jika itu sebaliknya, maka kata adalah senjata penguat untuk siapapun yang patah arah. Begitulah guna nya kopi dan malam.

Aku hanya berfokus dengan pengalaman yang membentuk ku sekarang. Dahulu, pada tahun 2019–2020, aku mengalami keputusaaan yang tajam. Quarter Life-Crisis, dimana saya harus menemukan diri saya kembali. Terlahir kembali, lewat perjalanan-perjalanan yang saya buat. Terkadang aku sering melamun memikirkan hidup yang begitu brutal jalannya. Terkadang pula, aku lebih banyak tidur, sebab tidak ada hal yang ingin aku pikirkan selain beristirahat.

“Dahulu saya mengira saya menjalani hidup saja. Tanpa tujuan. Tidak tahu harus bagaimana” buka saya.

“Lalu saya ada di suatu titik dimana saya rasa waktu itu saya benar-benar kosong dan kesepian. Saya mengira, jika waktu itu saya merasa tidak ada yang baru dalam hidup. Pengalaman orang-orang membuat saya tidak percaya diri untuk melanjutkan hidup saya sendiri. Waktu itu begitu menyebalkan. Saya tidak mampu menikmati hidup meski saya harus berpikir dewasa untuk tidak membicarakan ini kembali”

Lalu Daus membalas celoteh saya, dengan kata-kata khas yang biasa di posting di Inspirasijalanan.id : “Yap. Lakoni wae urip”. Daus memang tidak muluk-muluk untuk berjalan atas apa yang ia percaya. Ia seakan menjadi jembatan kekurang-percayaan diri saya yang selalu hadir disaat saya punya ambisi lebih dalam hidup. Benar kata Daus, jika kita memang sangat sumpek, maka kopi dan obrolan hangatnya menjadi solusi meski hanya terlintas pada malam ini.

Yap, malam itu adalah malam yang sangat jarang saya temui. Terkadang kondisi juga tidak mampu menebak bagaimana arah yang ingin kita mau, dan kemauan hati apa yang kita inginkan demi melanjutkan hidup yang bangsat ini. Saya sungguh sepi, sehingga begitu banyak kata-kata yang tersemat dalam hidup saya tanpa saya jalani seiring usia yang semakin menua.

Begitu banyak malam. Terkadang kita nonton film, tekadang kita main game, terkadang kita bersuka ria penuh canda tawa. Tetapi malam dengan situasi se hanyut ini sangat jarang. Meski kita menciptakan malam serupa, malam sehanyut ini tetap jarang. Bisa saja satu kali dalam beberapa bulan. Bisa saja tidak terjadi sama sekali.

Saya menyadari jika memang tidak ada yang baru dalam hidup. Tetapi mereka membuat saya menjadi sosok yang baru dalam hidup. Meskipun hanya satu malam. Sebelum akhirnya kita berantakan lagi esoknya.

--

--